VISI

VISI ; MEWUJUDKAN MASYARAKAT DAN KELUARGA YANG SAKINAH DAN SEJAHTERA DUNIA AKHIRAT

Jumat, 04 Februari 2011

Angka Perceraian Meningkat Tajam

Dirjen Bimas Islam: Angka Perceraian Meningkat Tajam
Jakarta(Pinmas)--Dirjen Bimas Islam, Prof. Nasaruddin Umar MA membenarkan bahwa pasca reformasi angka perceraian meningkat tajam yang disebabkan berbagai hal. "Data otentik itu saya ambil juga dari Mahkamah Agung (MA), angka perceraian pasca reformasi meningkat dua kali lipat," katanya di Jakarta, Rabu.
Ada beberapa hal yang menarik dari perceraian pasca reforamsi, yaitu meningkat dua kali lipat, katanya lagi.
Nasaruddin menjelaskan, pada beberapa tahun silam biasanya angka perceraian mencapai 60.000 per tahun. Pasca reformasi perceraian rata-rata naik menjadi 200.000 per tahun.
"Bayangkan 2 juta orang kawin 200.000 yang cerai setiap tahun, jadi 10 persen," katanya.
Ironisnya, kata dia, dahulu perceraian yang terjadi akibat suami menceraikan isteri. Sekarang terbalik, justru isteri yagn menggugat cerai.
Sebanyak tiga per empat dari peristiwa perceraian itu bermunculan di kota-kota besar. Kebanyakan isteri yang menceraikan suami atau cerai gugat, bukan talak.
Dari banyaknya peristiwa perceraian itu, diperkirakan 80 persen perceraian menimpa pada tatanan rumah tangga muda lima tahun, kata Nasaruddin Umar.
Dampak dari perceraian banyak, resiko sosialnya tinggi. Terlebih jika masih punya bayi dan jadi janda muda, katanya.
Ia mengatakan, penyebab perceraian itu banyak, antara lain, persoalan ekonomi, ketidakcocokan, jarak sosial, intelektual, umur, cacat badan kecelakaan, dipenjara, menjadi TKI, dan politik.
Nasaruddin menambahkan, perceraian pun bisa terjadi akibat perbedaan pandangan politik. Ini pernah terjadi pada 500 pasang dengan usia perkawinan lebih dalam suatu tahun. Si isteri dalam Pemilukada milih si A, sang suami pilih B.
"Ini menggambarkan, sampai segitu itu rapuhnya sebuah perkawainan," katanya.
Perceraian akibat perselingkuhan dan gangguan pihak ketiga, juga banyak sekali, katanya tanpa menjelaskan lebih jauh.
Di sisi lain, lanjut dia, pola tayangan sinetron, menjadi penyebab eksternal gangguan sebuah perkawinan. Namun masih ada lagi faktor yang paling memicu perceraian itu, yaitu tayangan infotainmen.
Setiap jam televisi berlomba memperebutkan pemirsa, karena di situ paling tinggi ratingnya. Infotainmen menampilkan para selebriti yang jadi idola masyarakat muda dan "mendemonstrasikan" tayangan perceraian, bangga menjadi isteri dari empat hingga lima dari sang suami.
"Hal itu yang memicu perceraian," kata Nasaruddin lagi.
Padahal perceraian itu sangat prinsip dalam Islam, yaitu yang paling dibenci Allah, katanya meski hal itu dapat dibenarkan.
Solusinya, sebelum perkawinan, pasangan yang akan nikah ikut pelatihan.
Untuk ini, Kementerian Agama akan membuat regulasi, berupa kewajiban kursus pra nikah. Seseorang tidak boleh kawin sebelum memiliki sertifikat pra nikah. Jadi, ke depan, ada pendidikan pra nikah, katanya.(ant/es)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar