VISI

VISI ; MEWUJUDKAN MASYARAKAT DAN KELUARGA YANG SAKINAH DAN SEJAHTERA DUNIA AKHIRAT

Sabtu, 29 Januari 2011

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA & MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH

PERATURAN BERSAMA
MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR : 9 TAHUN 2006
NOMOR : 8 TAHUN 2006


BAB I
KETENTUAN UMUM



Pasal 1

Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:

1. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama.

3. Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga.

4. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang selanjutnya disebut Ormas Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadan hukum, dan telah terdaftar di pemerintah daerah setempat serta bukan organisasi sayap partai politik.

5. Pemuka Agama adalah tokoh komunitas umat beragama baik yang memimpin ormas keagamaan maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui dan atau dihormati oleh masyarakat setemapat sebagai panutan.

6. Forum Kerukunan Umat Beragama, yang selanjutnya disingkat FKUB, adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.

7. Panitia pembangunan rumah ibadat adalah panitia yang dibentuk oleh umat beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah ibadat.

8. Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnya disebut IMB rumah ibadat, adalah izin yang diterbitkan oleh bupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat.


BAB II
TUGAS KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA


Pasal 2

Pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi tanggung jawab bersama umat beragama, pemerintah daerah dan Pemerintah.

Pasal 3

(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di provinsi menjadi tugas dan kewajiban gubernur.

(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor wilayah departemen agama provinsi.

Pasal 4

(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kota menjadi tugas dan kewajiban bupati/walikota.

(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.

Pasal 5

(1) Tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi:

a. memlihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di provinsi

b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama;

c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; dan

d. membina dan mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama.

(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat didelegasikan kepada wakil gubernur.

Pasal 6

(1) Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:

a. memlihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di kabupaten/kota;

b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama;

c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat bergama;

d. membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama;

e. menerbitkan IMB rumah ibadat.

(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat didelegasikan kepada walikota/bupati/wakil walikota.

(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c di wilayah kecamatan dilimpahkan kepada camat dan di wilayah kelurahan/desa dilimpahkan kepada lurah/kepala desa melalui camat.

Pasal 7

(1) Tugas dan kewajiban camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) meliputi:

a. memlihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di wilayah kecamatan;

b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; dan

c. membina dan mengoordinasikan lurah dan kepala desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan keagamaan.

(2) Tugas dan kewajiban lurah/kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) meliputi:

a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di wilaya kelurahan/desa; dan

b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama.

BAB III
FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Pasal 8

(1) FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota.

(2) Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.

(3) FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubungan yang bersifat konsultatif.

Pasal 9

(1) FKUB provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas:

a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;

b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;

c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur; dan

d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang bekaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.

(2) FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas:

a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat.

b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;

c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati/walikota;

d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat; dan

e. memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat.

Pasal 10

(1) Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agama setempat.

(2) Jumlah anggota FKUB provinsi paling banyak 21 orang dan jumlah anggota
FKUB kabupaten/kota paling banyak 17 orang.

(3) Komposisi keanggotaan FKUB provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan perbandingan jumlah pemeluk agama setempat dengan keterwakilan minimal 1 (satu) orang dari setiap agama yang ada di provinsi dan kabupaten/kota.

(4) FKUB dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1 (satu) orang sekretaris, 1 (satu) orang wakil sekretaris, yang dipilih secara musyarawah oleh anggota.

Pasal 11

(1) Dalam memberdayakan FKUB, dibentuk Dewan Penasihat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota.

(2) Dewan Penasihat FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:

a. membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama; dan

b. memfasillitasi hubungan kerja FKUB dengan pemerintah daerah dan hubungan antara sesama instansi pemerintah di daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama.

(3) Keanggotaan Dewan Penasehat FKUB provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh gubernur dengan susunan keanggotaan:
a. Ketua : wakil gubernur
b. Wakil Ketua : kepala kantor wilayah departemen agama provinsi;
c. Sekretaris : badan kesatuan bangsa dan politik provinsi;
d. Anggota : pimpinan instansi terkait.

(4) Dewan Penasihat FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan keanggotaan:
a. Ketua : wakil bupat/wakil walikota;
b. Wakil Ketua : kepala kantor departemen agama kabupaten/kota;
c. Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan politik kabupaten/kota
d. Anggota : pimpinan instansi terkait.

Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut mengenai FKUB dan Dewan Penasihat FKUB provinsi dan kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Gubernur.

BAB IV
PENDIRIAN RUMAH IBADAT

Pasal 13


(1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.

(2) Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi.

Pasal 14

(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.

(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:

a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);

b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;

c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan

d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.

(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.

Pasal 15

Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d merupakan hasil musyarawah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam bentuk tertulis.

Pasal 16

(1) Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat.

(2) Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan pendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Pasal 17

Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung rumah ibadat yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang wilayah.

BAB V
IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN BANGUNAN GEDUNG

Pasal 18

(1) Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan.
a. laik fungsi; dan
b. pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat.

(2) Persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung.

(3) Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

a. Izin tertulis pemilik bangunan;
b. rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;
c. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dan
d. pelaporan tertulis kepada kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.

Pasal 19

(1) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) diterbitkan setelah mempetimbangkan pendapat tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.

(2) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 2 (dua) tahun.

Pasal 20

(1) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dapat dilimpahkan kepada camat.

(2) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.

BAB VI
PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Pasal 21

(1) Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat.

(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bupati/walikota dibantu kepala kantor departemen agama kabupaten/kota melalui musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB kabupaten/kota.

(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan setempat.

Pasal 22

Gebernur melaksanakan pembinaan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

BAB VII
PENGAWASAN DAN PELAPORAN

Pasal 23

(1) Gubernur dibantu kepala kantor wilayah departemen agama provinsi melakukan pengawasan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerah atas perlaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadat.

Pasal 24

(1) Gubernur melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan pendirian rumah ibadat di provinsi kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama dengan tembusan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.

(2) Bupati/walikota melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan pendirian rumah ibadat di kabupaten/kota kepada gubernur dengan tembusan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan setiap 6 (enam) bulan pada bulan Januari dan Juli, atau sewaktu-waktu jika dipandang perlu.

Pasal 25

Belanja pembinaan dan pengawasan terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama serta pemberdayaan FKUB secara nasional didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 26

(1) Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga kerukunan nasional dan memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di provinsi didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi.

(2) Belanja pelaksanaan kewajiban mennjaga kerukunan nasional dan memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di kabupaten/kota didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 27

(1) FKUB dan Dewan Penasihat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan.

(2) FKUB atau forum sejenis yang sudah dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota disesuaikan paling lambat 1(satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan.

Pasal 28

(1) Izin bangunan gedung untuk rumah ibadat yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini dinyatakan sah dan tetap berlaku.

(2) Renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang telah mempunyai IMB untuk rumah ibadat, diproses sesuai dengan ketentuan IMB sepanjang tidak terjadi pemindahan lokasi.

(3) Dalam hal bangunan gedung rumah ibadat yang telah digunakan secara permanen dan/atau memiliki nilai sejarah yang belum memiliki IMB untuk rumah ibadat sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini, bupati/walikota membantu memfasilitasi penerbitan IMB untuk rumah ibadat dimaksud.

Pasal 29

Peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan daerah wajib disesuaikan dengan Peraturan Bersama ini paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30

Pada saat berlakunya Peraturan Bersama ini, ketentuan yang mengatur pendirian rumah ibadat dalam Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 31

Paraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Maret 2006

MENTERI AGAMA
ttd
MUHAMMAD M. BASYUNI

MENTERI DALAM NEGERI
ttd
M. MOH MA'RUF 

Jumat, 28 Januari 2011

AKTA PENDIRIAN YAYASAN MASJID ..... (contoh)

Pada hari ini, tanggal ... pukul ...
Menghadap kepada saya .............................................., Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan,
Notaris di ...................................., dengan dihadiri oleh saksi saksi yang saya, Notaris kenal dan akan
disebutkan pada bagian akhir akta ini.


1. Tuan.....

2. Tuan ....

...........

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
(1)   Yayasan ini bernama : Yayasan Masjid  ___ (selanjutnya dalam anggaran dasar ini cukup disingkat dengan “Yayasan”), berkedudukan dan berkantor pusat di ___
(2)   Yayasan dapat membuka kantor cabang atau perwakilan di tempat lain, baik di dalam maupun di luar wilayah Republik Indonesia berdasarkan keputusan Pengurus dengan Persetujuan Pembina.
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
-Yayasan mempunyai maksud dan tujuan di bidang:
1.  Keagamaan ;
2.  Sosial Kemasyarakatan; dan
3.  Pendidikan ;
KEGIATAN
Pasal 3
Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut di atas, Yayasan menjalankan kegiatan sebagai
berikut:
a. Kegiatan kemakmuran masjid yang meliputi kegiatan-kegiatan kemasjidan khususnya Ibadah Mahdhoh
b. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang meliputi mengumpulan dan menyaluran dana sosial (zakat, infaq, shodaqoh) dari para aghniya kepada para fuqoro.
c. Kegiatan pendidikan formal maupun non formal.
d. Kegiatan lain yang dibutuhkan
JANGKA WAKTU
Pasal 4
-Yayasan ini didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya.
KEKAYAAN
Pasal 5
(1)   Yayasan mempunyai kekayaan awal yang berasal dari kekayaan Pendiri yang dipisahkan, terdiri dari: -uang tunai sejumlah Rp. 15.000.000,- (lima belas juta Rupiah).
(2)   Selain kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, kekayaan Yayasan dapat juga diperoleh dari:
a. sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat;
b. wakaf;
c. hibah;
d. hibah wasiat; dan
e. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Semua kekayaan Yayasan harus dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.
ORGAN YAYASAN
Pasal 6
Yayasan mempunyai organ yang terdiri dari:
a. Pembina;
b. Pengurus; dan
c. Pengawas.
PEMBINA
Pasal 7
(1)   Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas.
(2)   Pembina terdiri dari seorang atau lebih anggota Pembina.
(3)   Dalam hal terdapat lebih dari seorang anggota Pembina, maka seorang diantaranya diangkat sebagai Ketua Pembina.
(4)   Yang dapat diangkat sebagai anggota Pembina adalah orang perseorangan sebagai Pendiri Yayasan dan atau mereka yang berdasarkan keputusan Rapat Anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.
(5)   Anggota Pembina tidak diberi gaji dan atau tunjangan oleh Yayasan.
(6)   Dalam hal Yayasan oleh karena sebab apapun tidak mempunyai anggota Pembina, maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya kekosongan tersebut wajib diangkat anggota Pembina berdasarkan keputusan Rapat Gabungan Anggota Pengawas dan Anggota Pengurus.
(7)   Seorang anggota Pembina berhak mengundurkan diri dari jabatannya dengan memberitahukan secara tertulis mengenai maksud tersebut kepada Yayasan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal pengunduran dirinya.
Pasal 8
(1)   Masa jabatan Pembina tidak ditentukan lamanya.
(2)   Jabatan anggota Pembina akan berakhir dengan sendirinya apabila anggota Pembina tersebut:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri dengan pemberitahuan secara tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal (7) ayat 7;
c.  tidak lagi memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Pembina;
e. dinyatakan pailit atau ditaruh di bawah pengampuan berdasarkan suatu penetapan pengadilan;
f.   dilarang untuk menjadi anggota Pembina karena peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(3)   Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus dan atau anggota
Pengawas.
TUGAS DAN WEWENANG PEMBINA
Pasal 9
(1)   Pembina berwenang bertindak untuk dan atas nama Pembina.
(2)   Kewenangan Pembina meliputi:
a. keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
b. pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas;
c. penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan;
d. pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; dan
e. penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan;
f. pengesahan laporan tahunan;
g. penunjukkan likuidator dalam hal Yayasan dibubarkan.
(3)   Dalam hal hanya ada seorang anggota Pembina, maka segala tugas dan wewenang yang diberikan kepada Ketua Pembina atau anggota Pembina berlaku pula baginya.
RAPAT PEMBINA
Pasal 10
(1)   Rapat Pembina diadakan paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun, paling lambat dalam waktu (lima) bulan setelah akhir tahun buku sebagai rapat tahunan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12. Pembina dapat juga mengadakan rapat setiap waktu bila dianggap perlu atas permintaan tertulis dari seorang atau lebih anggota Pembina, anggota Pengurus, atau anggota Pengawas.
(2)   Panggilan Rapat Pembina dilakukan oleh Pembina secara langsung, atau melalui surat dengan mendapat tanda terima, paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum rapat diadakan dengan tidak memperhitungkan tanggal panggilan dan tanggal rapat.
(3)   Panggilan rapat itu harus mencantumkan hari, tanggal, waktu, tempat, dan acara rapat.
(4)   Rapat Pembina diadakan di tempat kedudukan Yayasan, atau di tempat kegiatan Yayasan, atau di tempat lain dalam wilayah hukum Republik Indonesia.
(5)   Dalam hal semua anggota Pembina hadir, atau diwakili, panggilan tersebut tidak disyaratkan dan Rapat Pembina dapat diadakan di mana pun juga dan berhak mengambil keputusan yang sah dan mengikat.
(6)   Rapat Pembina dipimpin oleh Ketua Pembina, dan jika Ketua Pembina tidak hadir atau berhalangan, maka Rapat Pembina akan dipimpin oleh seorang yang dipilih oleh dan dari anggota Pembina yang hadir.
(7)   Seorang anggota Pembina hanya dapat diwakili oleh anggota Pembina lainnya dalam Rapat Pembina berdasarkan surat kuasa.
Pasal 11
(1)   Rapat Pembina adalah sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat apabila:
a. dihadiri paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Pembina;
b. dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a tidak tercapai, maka dapat diadakan pemanggilan Rapat Pembina kedua;
c. pemanggilan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 huruf b, harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum rapat diselenggarakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal panggilan dan tanggal rapat
d. Rapat Pembina kedua diselenggarakan paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak Rapat Pembina pertama;
e. Rapat Pembina kedua adalah sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat, apabila dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota Pembina.
(2)   Keputusan Rapat Pembina diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(3)   Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka keputusan diambil berdasarkan suara setuju lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah suara yang sah.
(4)   Dalam hal suara setuju dan tidak setuju sama banyaknya, maka usul ditolak.
(5)   Tata cara pemungutan suara dilakukan sebagai berikut:
a.  setiap anggota Pembina yang hadir berhak mengeluarkan 1 (satu) suara dan tambahan 1 (satu) suara untuk setiap anggota Pembina lain yang diwakilinya;
b. pemungutan suara mengenai diri orang dilakukan dengan surat suara tertutup tanpa tanda tangan, sedangkan pemungutan suara mengenai hal-hal lain dilakukan secara terbuka dan ditandatangani, kecuali Ketua Rapat menentukan lain dan tidak ada keberatan dari yang hadir;
c. suara yang abstain dan suara yang tidak sah tidak dihitung dalam menentukan jumlah suara yang dikeluarkan.
(6)   Setiap Rapat Pembina dibuat berita acara rapat yang ditandatangani oleh ketua rapat dan sekretaris rapat.
(7)   Penandatanganan sebagaimana dimaksud dalam ayat 6 tidak disyaratkan apabila berita acara rapat dibuat dengan Akta Notaris.
(8 ) Pembina dapat mengambil keputusan yang sah tanpa mengadakan Rapat Pembina, dengan ketentuan semua anggota Pembina telah diberitahu secara tertulis dan semua anggota Pembina memberikan persetujuan mengenai usul yang diajukan secara tertulis serta menandatangani persetujuan tersebut.
(9)   Keputusan yang diambil sebagaimana dimaksud dalam ayat 8, mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan yang diambil dengan sah dalam Rapat Pembina.
(10) Dalam hal hanya ada 1 (satu) orang Pembina, maka dia dapat mengambil keputusan yang sah dan mengikat.
RAPAT TAHUNAN
Pasal 12
(1)   Pembina wajib menyelenggarakan rapat tahunan setiap tahun, paling lambat 5 (lima) bulan setelah tahun buku Yayasan ditutup.
(2)   Dalam rapat tahunan, Pembina melakukan:
a. evaluasi tentang harta kekayaan, hak dan kewajiban Yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan Yayasan untuk tahun yang akan datang;
b.  pengesahan Laporan Tahunan yang diajukan Pengurus;
c. penetapan kebijakan umum Yayasan;
d. pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan.
(3)   Pengesahan Laporan Tahunan oleh Pembina dalam Rapat tahunan, berarti memberikan pelunasan dan pembebasan tanggung jawab sepenuhnya kepada para anggota Pengurus dan Pengawas atas pengurusan dan pengawasan yang telah dijalankan selama tahun buku yang lalu, sejauh tindakan tersebut tercermin dalam Laporan Tahunan.
PENGURUS
Pasal 13
(1)   Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan yang sekurang-kurangnya terdiri dari:
a. seorang Ketua;
b. seorang Sekretaris; dan
c. seorang Bendahara.
(2)   Dalam hal diangkat lebih dari 1 (satu) orang Ketua, maka 1 (satu) orang di antaranya diangkat sebagai Ketua Umum.
(3)   Dalam hal diangkat lebih dari 1 (satu) orang Sekretaris, maka 1 (satu) orang di antaranya diangkat sebagai Sekretaris Umum.
(4)   Dalam hal diangkat lebih dari 1 (satu) orang Bendahara, maka 1 (satu) orang di antaranya diangkat sebagai Bendahara Umum.
Pasal 14
(1)   Yang dapat diangkat sebagai anggota Pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum dan tidak dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, atau negara berdasarkan putusan pengadilan, dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut berkekuatan hukum tetap.
(2)   Pengurus diangkat oleh Pembina melalui Rapat Pembina untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali.
(3)   Pengurus dapat menerima gaji, upah atau honorarium apabila Pengurus Yayasan:
a. bukan pendiri Yayasan dan tidak berafiliasi dengan Pendiri, Pembina dan Pengawas; dan
b. melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.
(4)   Dalam hal jabatan Pengurus kosong, maka dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya kekosongan, Pembina harus menyelenggarakan rapat, untuk mengisi kekosongan itu.
(5)   Dalam hal semua jabatan Pengurus kosong, maka dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya kekosongan tersebut, Pembina harus menyelenggarakan rapat untuk mengangkat Pengurus baru, dan untuk sementara Yayasan diurus oleh Pengawas.
(6)   Pengurus berhak mengundurkan diri dari jabatannya, dengan memberitahukan secara tertulis mengenai maksudnya tersebut kepada Pembina paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal pengunduran dirinya.
(7)   Dalam hal terdapat penggantian Pengurus Yayasan, maka dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dilakukan penggantian pengurus Yayasan, Pembina wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan instansi terkait.
(8 ) Pengurus tidak dapat merangkap sebagai Pembina, Pengawas atau Pelaksana Kegiatan.
Pasal 15
Jabatan anggota Pengurus berakhir apabila:
(1)   meninggal dunia;
(2)   mengundurkan diri;
(3)   bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang diancam dengan hukuman penjara paling sedikit 5 (lima) tahun;
(4)   diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Pembina; dan
(5)   masa jabatan berakhir.
TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS
Pasal 16
(1)   Pengurus bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan Yayasan.]
(2)   Pengurus wajib menyusun program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan untuk disahkan Pembina.
(3)   Pengurus wajib memberikan penjelasan tentang segala hal yang ditanyakan oleh Pengawas.
(4)   Setiap anggota Pengurus wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugasnya dengan mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5)   Pengurus berhak mewakili Yayasan di dalam dan di luar pengadilan tentang segala hal dan dalam segala kejadian, dengan pembatasan terhadap hal-hal sebagai berikut:
a. meminjam atau meminjamkan uang atas nama Yayasan (tidak termasuk mengambil uang Yayasan di Bank);
b. mendirikan suatu usaha baru atau melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha baik di dalam maupun di luar negeri;
c. memberi atau menerima pengalihan atas harta tetap;
d. membeli atau dengan cara lain mendapatkan/ memperoleh harta tetap atas nama Yayasan;
e.  menjual atau dengan cara lain melepaskan kekayaan Yayasan serta mengagunkan/ membebani kekayaan Yayasan;
f.   mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus dan atau Pengawas Yayasan atau seorang yang bekerja pada Yayasan, yang perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan.
(6)   Perbuatan Pengurus sebagaimana diatur dalam ayat 5 huruf a, b, c, d, e, dan f harus mendapat persetujuan dari Pembina.
Pasal 17
-Pengurus tidak berwenang mewakili Yayasan dalam hal:
(1)   mengikat Yayasan sebagai penjamin utang;
(2)   membebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain;
(3)   mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus dan atau Pengawas Yayasan atau seseorang yang bekerja pada Yayasan, yang perjanjian tersebut tidak ada hubungannya bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan.
Pasal 18
(1)   Ketua Umum bersama-sama dengan salah seorang anggota Pengurus lainnya bertindak untuk dan atas nama pengurus serta mewakili Yayasan.
(2)   Dalam hal Ketua Umum tidak hadir atau berhalangan karena sebab apapun juga, hal tersebut tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga, maka seorang Ketua lainnya bersama sama dengan Sekretaris Umum atau apabila Sekretaris Umum tidak hadir atau berhalangan karena sebab apapun juga, hal tersebut tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga, seorang Ketua lainnya bersama-sama dengan seorang Sekretaris lainnya berwenang bertindak untuk dan atas nama Pengurus serta mewakili Yayasan.
(3)   Dalam hal hanya ada seorang Ketua, maka segala tugas dan wewenang yang diberikan kepada Ketua Umum berlaku juga baginya.
(4)   Sekretaris Umum bertugas mengelola administrasi Yayasan, dalam hal hanya ada seorang Sekretaris, maka segala tugas dan wewenang yang diberikan kepada Sekretaris Umum berlaku juga baginya.
(5)   Bendahara Umum bertugas mengelola keuangan Yayasan, dalam hal hanya ada seorang Bendahara, maka segala tugas dan wewenang yang diberikan kepada Bendahara Umum berlaku juga baginya.
(6)   Pembagian tugas dan wewenang setiap anggota Pengurus ditetapkan oleh Pembina melalui Rapat Pembina.
(7)   Pengurus untuk perbuatan tertentu berhak mengangkat seorang atau lebih wakil atau kuasanya berdasarkan surat kuasa.
PELAKSANA KEGIATAN
Pasal 19
(1)   Pengurus berwenang mengangkat dan memberhentikan Pelaksana Kegiatan Yayasan berdasarkan keputusan Rapat Pengurus.
(2)   Yang dapat diangkat sebagai Pelaksana Kegiatan Yayasan adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau dipidana karena melakukan tindakan yang merugikan Yayasan, masyarakat, atau negara berdasarkan keputusan pengadilan, dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut berkekuatan hukum tetap.
(3)   Pelaksana Kegiatan Yayasan diangkat oleh Pengurus berdasarkan keputusan Rapat Pengurus untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun.
dan dapat diangkat kembali dengan tidak mengurangi keputusan Rapat Pengurus untuk memberhentikan sewaktu-waktu.
(4)   Pelaksana Kegiatan Yayasan bertanggung jawab kepada Pengurus.
(5)   Pelaksana Kegiatan Yayasan menerima gaji, upah, atau honorarium yang jumlahnya ditentukan berdasarkan keputusan Rapat Pengurus.
Pasal 20
(1)   Dalam hal terjadi perkara di pengadilan antara Yayasan dengan anggota Pengurus atau apabila kepentingan pribadi seorang anggota Pengurus bertentangan dengan Yayasan, maka anggota Pengurus yang bersangkutan tidak berwenang bertindak untuk dan atas nama Pengurus serta mewakili Yayasan, maka anggota Pengurus lainnya bertindak untuk dan atas nama Pengurus serta mewakili Yayasan.
(2)   Dalam hal Yayasan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan seluruh Pengurus, maka Yayasan diwakili oleh Pengawas.
RAPAT PENGURUS
Pasal 21
(1)   Rapat Pengurus dapat diadakan setiap waktu bila dipandang perlu atas permintaan tertulis dari satu orang atau lebih Pengurus, Pengawas, atau Pembina.
(2)   Panggilan Rapat Pengurus dilakukan oleh Pengurus yang berhak mewakili Pengurus.
(3)   Panggilan Rapat Pengurus disampaikan kepada setiap anggota pengurus secara langsung, atau melalui surat dengan mendapat tanda terima, paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum rapat diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal panggilan dan tanggal rapat.
(4)   Panggilan Rapat Pengurus itu harus mencantumkan tanggal, waktu, tempat, dan acara rapat
(5)   Rapat Pengurus diadakan di tempat kedudukan Yayasan atau di tempat kegiatan Yayasan.
(6)   Rapat Pengurus dapat diadakan di tempat lain dalam wilayah Republik Indonesia dengan persetujuan Pembina.
Pasal 22
(1)   Rapat Pengurus dipimpin oleh Ketua Umum.
(2)   Dalam hal Ketua Umum tidak dapat hadir atau berhalangan, maka Rapat Pengurus akan dipimpin oleh seorang anggota Pengurus yang dipilih oleh dan dari Pengurus yang hadir.
(3)   Satu orang Pengurus hanya dapat diwakili oleh Pengurus lainnya dalam Rapat Pengurus berdasarkan surat kuasa.
(4)   Rapat Pengurus sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat apabila:
a. dihadiri paling sedikit 2/3 (dua per tiga) jumlah Pengurus;
b. dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf a tidak tercapai, maka dapat diadakan pemanggilan RapatPengurus kedua;
c. pemanggilan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (4) huruf b, harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum rapat diselenggarakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal panggilan dan tanggal rapat;
d. Rapat Pengurus kedua diselenggarakan paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak Rapat Pengurus pertama.
e. Rapat Pengurus kedua sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat, apabila dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah Pengurus.
Pasal 23
(1)   Keputusan Rapat Pengurus harus diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(2)   Dalam hal keputusan berdasakan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka keputusan diambil berdasarkan suara setuju lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah suara yang sah.
(3)   Dalam hal suara setuju dan tidak setuju sama banyaknya, maka usul ditolak.
(4)   Pemungutan suara mengenai diri orang dilakukan dengan surat suara tertutup tanpa tanda tangan, sedangkan pemungutan suara mengenai hal-hal lain dilakukan secara terbuka, kecuali Ketua Rapat menentukan lain dan tidak ada keberatan dari yang hadir.
(5)   Suara abstain dan suara yang tidak sah tidak dihitung dalam menentukan jumlah suara yang dikeluarkan.
(6)   Setiap Rapat Pengurus dibuat berita acara rapat yang ditandatangani oleh ketua rapat dan 1 (satu) orang anggota pengurus lainnya yang ditunjuk oleh rapat sebagai sekretaris rapat.
(7)   Penandatanganan yang dimaksud dalam ayat (6) tidak disyaratkan apabila Berita Acara Rapat dibuat dengan Akta Notaris.
(8)   Pengurus dapat juga mengambil keputusan yang sah tanpa mengadakan Rapat Pengurus, dengan ketentuan semua anggota Pengurus telah diberitahu secara tertulis dan semua anggota Pengurus memberikan persetujuan mengenai usul yang diajukan secara tertulis serta menandatangani persetujuan tersebut.
(9)   Keputusan yang diambil sebagaimana dimaksud dalam ayat (8 ), mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan yang diambildengan sah dalam Rapat Pengurus.
PENGAWAS
Pasal 24
(1)   Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan.
(2)   Pengawas terdiri dari 1 (satu) orang atau lebih anggota Pengawas.
(3)   Dalam hal diangkat lebih dari 1 (satu) orang Pengawas, maka 1 (satu) orang di antaranya dapat diangkat sebagai Ketua Pengawas.
Pasal 25
(1)   Yang dapat diangkat sebagai anggota Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum dan tidak dinyatakan bersalah dalam melakukan pengawasan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat atau negara-berdasarkan putusan pengadilan, dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut berkekuatan hukum tetap.
(2)   Pengawas diangkat oleh Pembina melalui Rapat Pembina untukjangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali.
(3)   Dalam hal jabatan Pengawas kosong, maka dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya kekosongan, Pembina harus menyelenggarakan rapat, untuk mengisi kekosongan itu.
(4)   Dalam hal semua jabatan Pengawas kosong, maka dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya kekosongan tersebut, Pembina harus menyelenggarakan rapat untuk mengangkat Pengawas baru, dan untuk sementara Yayasan diurus oleh Pengurus.
(5)   Pengawas berhak mengundurkan diri dari jabatannya, dengan memberitahukan secara tertulis mengenai maksudnya tersebut kepada Pembina paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal pengunduran dirinya.
(6)   Dalam hal terdapat penggantian Pengawas Yayasan, maka dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dilakukan penggantian Pengawas Yayasan, Pengurus wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan instansi terkait.
(7)   Pengawas tidak dapat merangkap sebagai Pembina, Pengurus atau pelaksana Kegiatan.
Pasal 26
Jabatan Pengawas berakhir apabila:
(1)   meninggal dunia;
(2)   mengundurkan diri;
(3) bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang diancam dengan hukuman penjara paling sedikit 5 (lima) tahun;
(4)   diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Pembina;
(5)   masa jabatan berakhir.
TUGAS DAN WEWENANG PENGAWAS
Pasal 27
(1)   Pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas pengawasan untuk kepentingan Yayasan.
(2)   Ketua Pengawas dan satu anggota Pengawas berwenang bertindak untuk dan atas nama Pengawas.
(3)   Pengawas berwenang:
a. memasuki bangunan, halaman, atau tempat lain yang dipergunakan Yayasan;
b. memeriksa dokumen;
c. memeriksa pembukuan dan mencocokkannya dengan uang kas; atau
d. mengetahui segala tindakan yang telah dijalankan oleh Pengurus;
e. memberi peringatan kepada Pengurus.
(4)   Pengawas dapat memberhentikan untuk sementara 1 (satu) orang atau lebih Pengurus, apabila Pengurus tersebut bertindak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5)   Pemberhentian sementara itu harus diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan disertai alasannya.
(6)   Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pemberhentian sementara itu, Pengawas diwajibkan untuk melaporkan secara tertulis kepada Pembina.
(7)   Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal laporan diterima oleh Pembina sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), maka Pembina wajib memanggil anggota Pengurus yang bersangkutan untuk diberi kesempatan membela diri.
(8)   Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (7), Pembina dengan keputusan Rapat Pembina wajib:
a. mencabut keputusan pemberhentian sementara; atau
b. memberhentikan anggota Pengurus yang bersangkutan.
(9)   Dalam hal Pembina tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) dan ayat (8 ), maka pemberhentian sementara batal demi hukum, dan yang bersangkutan menjabat kembali jabatannya semula.
(10)Dalam hal seluruh Pengurus diberhentikan sementara, maka untuk sementara Pengawas diwajibkan mengurus Yayasan.
RAPAT PENGAWAS
Pasal 28
(1)   Rapat Pengawas dapat diadakan setiap waktu bila dianggap perlu atas permintaan tertulis dari seorang atau lebih Pengawas atau Pembina.
(2)   Panggilan Rapat Pengawas dilakukan oleh Pengawas yang berhak mewakili Pengawas.
(3) Panggilan Rapat Pengawas disampaikan kepada setiap Pengawas secara langsung, atau melalui surat dengan mendapat tanda terima, paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum rapat diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal panggilan dan tanggal rapat.
(4)   Panggilan Rapat itu harus mencantumkan tanggal, waktu, tempat, dan acara rapat.
(5)   Rapat Pengawas diadakan di tempat kedudukan Yayasan atau di tempat kegiatan Yayasan.
(6) Rapat Pengawas dapat diadakan di tempat lain dalam wilayah hukum Republik Indonesia dengan persetujuan Pembina.
Pasal 29
(1)   Rapat Pengawas dipimpin oleh Ketua Umum.
(2)   Dalam hal Ketua Umum tidak dapat hadir atau berhalangan, maka Rapat Pengawas akan dipimpin oleh satu orang Pengawas yang dipilih oleh dan dari Pengawas yang hadir.
(3)   Satu orang anggota Pengawas hanya diwakili oleh Pengawas lainnya dalam Rapat Pengawas berdasarkan surat kuasa.
(4)   Rapat Pengawas sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat apabila:
a. dihadiri paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Pengawas.
b. dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf a tidak tercapai, maka dapat diadakan pemanggilan Rapat Pengawas kedua.
c. pemanggilan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (4) huruf b, harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum rapat diselenggarakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal panggilan dan tanggal rapat.
d. Rapat Pengawas kedua diselenggarakan paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari dari terhitung sejak Rapat Pengawas pertama.
e. Rapat Pengawas kedua adalah sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat, apabila dihadiri oleh paling sedikit 1/2 (satu per dua) jumlah Pengawas.
Pasal 30
(1)   Keputusan Rapat Pengawas harus diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(2)   Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka keputusan diambil berdasarkan suara setuju lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah suara yang sah.
(3)   Dalam hal suara setuju dan tidak setuju sama banyaknya, maka usul ditolak.
(4)   Pemungutan suara mengenai diri orang dilakukan dengan surat suara tertutup tanpa tanda tangan, sedangkan pemungutan suara mengenai hal-hal lain dilakukan secara terbuka, kecuali Ketua Rapat menentukan lain dan tidak ada keberatan dari yang hadir.
(5)   Suara abstain dan suara yang tidak sah tidak dihitung dalam menentukan jumlah suara yang dikeluarkan.
(6)   Setiap Rapat Pengawas dibuat berita acara rapat yang ditanda tangani oleh ketua rapat dan 1 (satu) orang anggota Pengurus lainnya yang ditunjuk oleh rapat sebagai sekretaris rapat.
(7)   Penandatanganan yang dimaksud dalam ayat (6) tidak disyaratkan apabila Berita Acara Rapat dibuat dengan Akta Notaris.
(8)   Pengawas dapat juga mengambil keputusan yang sah tanpa mengadakan Rapat Pengawas, dengan ketentuan semua Pengawas telah diberitahu secara tertulis dan semua Pengawas memberikan persetujuan mengenai usul yang diajukan secara tertulis dengan menandatangani usul tersebut.
(9)   Keputusan yang diambil sebagaimana dimaksud dalam ayat (8 ), mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan yang diambil dengan sah dalam Rapat Pengawas.
RAPAT GABUNGAN
Pasal 31
(1)   Rapat Gabungan adalah rapat yang diadakan oleh Pengurus dan Pengawas untuk mengangkat Pembina, apabila Yayasan tidak lagi mempunyai Pembina.
(2)   Rapat Gabungan diadakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Yayasan tidak lagi mempunyai Pembina.
(3)   Panggilan Rapat Gabungan dilakukan oleh Pengurus.
(4)   Panggilan Rapat Gabungan disampaikan kepada setiap Pengurus dan Pengawas secara langsung, atau melalui surat dengan mendapat tanda terima, paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum rapat diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal panggilan dan tanggal rapat.
(5)   Panggilan Rapat Gabungan harus mencantumkan tanggal, waktu, tempat dan acara rapat.
(6)   Rapat Gabungan diadakan di tempat kedudukan Yayasan atau di tempat kegiatan Yayasan.
(7)   Rapat Gabungan dipimpin oleh Ketua Pengurus.
(8)   Dalam hal Ketua Pengurus tidak ada atau berhalangan hadir, maka Rapat Gabungan dipimpin oleh Ketua Pengawas.
(9)   Dalam hal Ketua Pengurus dan Ketua Pengawas tidak ada atau berhalangan hadir, maka Rapat Gabungan dipimpin oleh Pengurus atau Pengawas yang dipilih oleh dan dari Pengurus dan Pengawas yang hadir.
Pasal 32
(1)   Satu orang Pengurus hanya dapat diwakili oleh Pengurus lainnya dalam Rapat Gabungan berdasarkan surat kuasa.
(2)   Satu orang Pengawas hanya dapat diwakili oleh Pengawas lainnya dalam Rapat Gabungan berdasarkan surat kuasa.
(3)   Setiap Pengurus atau Pengawas yang hadir berhak mengeluarkan 1 (satu) suara dan tambahan 1 (satu) suara untuk setiap Pengurus atau Pengawas lain yang diwakilinya.
(4)   Pemungutan suara mengenai diri orang dilakukan dengan surat suara tertutup tanpa tanda tangan, sedangkan pemungutan suara mengenai hal hal lain dilakukan secara terbuka, kecuali Ketua Rapat menentukan lain dan tidak ada keberatan dari yang hadir.
(5)   Suara abstain dan suara yang tidak sah dianggap tidak dikeluarkan, dan dianggap tidak ada.
KORUM DAN PUTUSAN RAPAT GABUNGAN
Pasal 33
(1) a. Rapat Gabungan adalah sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat apabila dihadiri paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Pengurus dan 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Pengawas.
b. Dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a tidak tercapai, maka dapat diadakan pemanggilan Rapat Gabungan kedua.
c. Pemanggilan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b, harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum rapat diselenggarakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal panggilan dan tanggal rapat.
d. Rapat Gabungan kedua diselenggarakan paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak Rapat Gabungan Pertama.
e. Rapat Gabungan kedua adalah sah dan berhak mengambil keputusan yang mengikat apabila dihadiri paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari jumlah anggota Pengurus dan 1/2 (satu per dua) dari jumlah anggota Pengawas.
(2)   Keputusan Rapat Gabungan sebagaimana tersebut di atas ditetapkan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(3)   Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka keputusan diambil dengan pemungutan suara berdasarkan suara setuju paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara yang sah yang dikeluarkandalam rapat.
(4)   Setiap Rapat Gabungan dibuat Berita Acara Rapat, yang untuk pengesahannya ditandatangani oleh Ketua Rapat dan 1 (satu) orang anggota Pengurus atau anggota Pengawas yang ditunjuk oleh rapat.
(5)   Berita Acara Rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menjadi bukti yang sah terhadap Yayasan dan pihak ketiga tentang keputusan dan segala sesuatu yang terjadi dalam rapat.
(6)   Penandatanganan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak disyaratkan apabila Berita Acara Rapat dibuat dengan Akta Notaris.
(7)   Anggota Pengurus dan anggota Pengawas dapat juga mengambil keputusan yang sah tanpa mengadakan Rapat Gabungan, dengan ketentuan semua Pengurus dan semua Pengawas telah diberitahu secara tertulis dan semua Pengurus dan semua Pengawas memberikan persetujuan mengenai usul yang diajukan secara tertulis, dengan menandatangani usul tersebut.
(8)   Keputusan yang diambil dengan cara sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan yang diambil dengan sah dalam Rapat Gabungan.
TAHUN BUKU
Pasal 34
(1)   Tahun buku Yayasan dimulai dari tanggal 1 (satu) Januari sampai dengan tanggal 31 (tiga puluh satu) Desember.
(2)   Pada akhir Desember tiap tahun, buku Yayasan ditutup.
(3)   Untuk pertama kalinya tahun buku Yayasan dimulai pada tanggal dari Akta Pendirian ini dan ditutup tanggal 31-12-2___ (tiga puluh satu Desember dua ribu …)
LAPORAN TAHUNAN
Pasal 35
(1)   Pengurus wajib menyusun secara tertulis laporan tahunan paling lambat 5 (lima) bulan setelah berakhirnya tahun buku Yayasan.
(2)   Laporan tahunan memuat sekurang-kurangnya:
a. laporan keadaan dan kegiatan Yayasan selama tahun buku yang lalu serta hasil yang telah dicapai;
b. laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan aktivitas, laporan arus kas dan catatan laporan keuangan.
(3)   Laporan tahunan wajib ditandatangani oleh Pengurus dan Pengawas.
(4)   Dalam hal terdapat anggota Pengurus atau Pengawas yang tidak menandatangani laporan tersebut, maka yang bersangkutan harus menyebutkan alasan tertulis.
(5)   Laporan tahunan disahkan oleh Pembina dalam rapat tahunan.
(6)   Ikhtisar laporan tahunan Yayasan disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku dan diumumkan pada papan pengumuman di kantor Yayasan.
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 36
(1)   Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan Rapat Pembina, yang dihadiri paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Pembina.
(2)   Keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(3)   Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka keputusan ditetapkan berdasarkan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh jumlah Pembina yang hadir atau yang diwakili.
(4)   Dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, maka diadakan pemanggilan Rapat Pembina yang kedua paling cepat 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal Rapat Pembina yang pertama.
(5)   Rapat Pembina kedua tersebut sah, apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) dari seluruh Pembina.
(6)   Keputusan Rapat Pembina kedua sah, apabila diambil berdasarkan persetujuan suara terbanyak dari jumlah Pembina yang hadir atau yang diwakili.
Pasal 37
(1)   Perubahan Anggaran Dasar dilakukan dengan Akta Notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2)   Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan terhadap maksud dan tujuan Yayasan.
(3)   Perubahan Anggaran Dasar yang menyangkut perubahan nama dan kegiatan Yayasan, harus mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
(4)   Perubahan Anggaran Dasar selain yang menyangkut hal hal sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3)   cukup diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
(5)   Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat Yayasan dinyatakan pailit, kecuali atas persetujuan kurator.
PENGGABUNGAN
Pasal 38
(1)   Penggabungan Yayasan dapat dilakukan dengan menggabungkan 1 (satu) atau lebih Yayasan dengan yayasan lain, dan mengakibatkan Yayasan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
(2)   Penggabungan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan memperhatikan:
a. ketidakmampuan Yayasan melaksanakan kegiatan usaha tanpa dukungan yayasan lain;
b. Yayasan yang menerima penggabungan dan yang bergabung kegiatannya sejenis; atau
c. Yayasan yang menggabungkan diri tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Anggaran Dasarnya, ketertiban umum dan kesusilaan.
(3)   Usul penggabungan Yayasan dapat disampaikan oleh Pengurus kepada Pembina.
Pasal 39
(1)   Penggabungan Yayasan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Pembina yang dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota Pembina dan disetujui paling sedikit 3/4 (tiga per empat) dari seluruh jumlah anggota Pembina yang hadir.
(2)   Pengurus dari masing masing Yayasan yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima penggabungan menyusun usul rencana penggabungan.
(3)   Usul rencana penggabungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dituangkan dalam rancangan akta penggabungan oleh Pengurus dari Yayasan yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima penggabungan.
(4)   Rancangan akta penggabungan harus mendapat persetujuan dari Pembina masing-masing Yayasan.
(5)   Rancangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dituangkan dalam akta penggabungan yang dibuat di hadapan Notaris dalam bahasa Indonesia.
(6)   Pengurus Yayasan hasil penggabungan wajib mengumumkan hasil penggabungan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penggabungan selesai dilakukan.
(7)   Dalam hal penggabungan Yayasan diikuti dengan perubahan Anggaran Dasar yang memerlukan persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, maka akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan wajib disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk memperoleh persetujuan dengan dilampiri akta penggabungan.
PEMBUBARAN
Pasal 40
(1)   Yayasan bubar karena:
a. alasan sebagaimana dimaksud dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir;
b. tujuan Yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak tercapai;
c. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan alasan:
1. Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;
2. tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau
3. harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut.
(2)   Dalam hal Yayasan bubar sebagaimana diatur dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, Pembina menunjuk likuidator untuk membereskan kekayaan Yayasan.
(3)   Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, maka Pengurus bertindak sebagai likuidator.
Pasal 41
(1)   Dalam hal Yayasan bubar, Yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi.
(2)   Dalam hal Yayasan sedang dalam proses likuidasi, untuk semua surat keluar dicantumkan frasa “dalam likuidasi” di belakang nama Yayasan.
(3)   Dalam hal Yayasan bubar karena putusan Pengadilan, maka Pengadilan juga menunjuk likuidator.
(4)   Dalam hal pembubaran Yayasan karena pailit, berlaku peraturan perundang undangan di bidang kepailitan.
(5)   Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, serta pengawasan terhadap Pengurus, berlaku juga bagi likuidator.
(6)   Likuidator atau Kurator yang ditunjuk untuk melakukan pemberesan kekayaan Yayasan yang bubar atau dibubarkan, paling lambat 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal penunjukan wajib mengumumkan pembubaran Yayasan dan proses likuidasinya dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia.
(7)   Likuidator atau Kurator dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir, wajib mengumumkan hasil likuidasi dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia.
(8)   Likuidator atau Kurator dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir wajib melaporkan Pembubaran Yayasan kepada Pembina.
(9)   Dalam hal laporan mengenai pembubaran Yayasan sebagaimana dimaksud ayat (8) dan pengumuman hasil likuidasi sebagaimana dimaksud ayat (7) tidak dilakukan, maka bubarnya Yayasan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
CARA PENGGUNAAN KEKAYAAN SISA LIKUIDASI
Pasal 42
(1)   Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan Yayasan yang bubar.
(2)   Kekayaan sisa hasil likuidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diserahkan kepada badan hukum lain yang melakukan kegiatan yang sama dengan Yayasan yang bubar, apabila hal tersebut diatur dalam Undang undang yang berlaku bagi badan hukum tersebut.
(3)   Dalam hal kekayaan sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada yayasan lain atau kepada badan hukum lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan yang bubar.
PERATURAN PENUTUP
Pasal 43
(1)   Hal-hal yang tidak diatur atau belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diputuskan oleh Rapat Pembina.
(2)   Menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 7 ayat (4), Pasal 13 ayat (1), dan Pasal 24 ayat (1) Anggaran Dasar ini mengenai tata cara pengangkatan Pembina, Pengurus, dan Pengawas untuk pertama kalinya diangkat susunan Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dengan susunan sebagai berikut:
a. Pembina:
1. Ketua/Koordinator: ___
2. Sekretaris : ___
3. Anggota : ___
4. Anggota : ___
5. Anggota : ___
b. Pengurus:
1. Ketua Umum : ___
2. Ketua I ( Ta’mir Masjid) : ____________
3. Ketua II (Pendidikan) : __________
4. Ketua III (Sosial Ekonomi) : ____________
5. Sekretaris Umum : ___
6. Sekretaris I
7. .....
9. Bendahara Umum
10. Bendahara I
11. ......
c. Pengawas:
1. Koordinator : ______________
2. Sekretaris : ______________
3. Anggota : ____________
4. Anggota : ______________
(3)   Pengangkatan anggota Pembina Yayasan, anggota Pengurus Yayasan dan anggota Pengawas Yayasan tersebut telah diterima oleh masing masing yang bersangkutan dan harus disahkan dalam Rapat Pembina pertama kali diadakan, setelah Akta Pendirian ini mendapat pengesahan atau didaftarkan pada instansi yang berwenang. Pengurus Yayasan dan baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri dengan hak untuk memindahkan kekuasaan ini kepada orang lain dikuasakan untuk memohon pengesahan dan atau pendaftaran atas Anggaran Dasar ini kepada instansi yang berwenang dan untuk membuat pengubahan dan/atau tambahan dalam bentuk yang bagaimana pun juga yang diperlukan untuk memperoleh pengesahan tersebut dan untuk mengajukan serta menandatangani semua permohonan dan dokumen lainnya, untuk memilih tempat kedudukan dan untuk melaksanakan tindakan lain yang mungkin diperlukan.
Tentang segala sesuatu sebagaimana tersebut di atas, dibuatlah Akta ini